Jumat, 10 Juli 2015

Daftar POKER88.asia dengan mudah !!


Susah Nyari uang ??
Gw Punya solusi nya..
Bermain Poker gak ada hasil ????? Mari gabung bersama kami di dewapoker.com
Dewapoker.com Hadir untuk semua pecinta permainan kartu poker online yang khususnya berada di asia. Dengan system teknology baru dan server kecepatan tinggi akan membuat permainan poker anda lebih seru dan menarik bersama teman2x anda maupun saingan anda. Cukup lakukan login dan langsung bermain tanpa download. Dewapoker.com dengan encrypsi server yang tinggi akan menjamin keamanan data para member.

Hanya dengan Deposit Minimal Rp 25.000
anda sudah dapat Bermain Bersama kami , Dan jadilah Jutawan Di dalam nya

Silahkan COPYPASTE Link di bawah ini:

Untuk Mendaftar :   
 


Selamat Bergabung... DAN JADILAH JUTAWAN BERSAMA SAYA.. :)

Senin, 19 November 2012

JEMBATAN WEATSTONE

  1. Hambatan listrik digunakan untuk mengatur besarnya arus listrik dalam suatu rangkaian. Jika hambatan listrik dilalui arus listrik akan terjadi perubahan energi listrik menjadi energi kalor, dan hal ini merupakan prinsip kerja, misalkan kompor dan setrika listrik. Hambatan listrik dari suatu pengantar (konduktor) adalah perbandingan dari beda potensial antara ujung konduktor dengan arus listrik yang melaluinya. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengukur besar hambatan listrik dari konduktor adalah mengukur beda potensial dari ujung-ujungnya dengan voltmeter dan juga mengukur arus listrik yang melaluinya dengan amperemeter.
    Untuk pengukuran hambatan listrik dengan voltmeter dan amperemeter dapat digunakan rangkaian- rangkaian seperti pada gambar 1a atau gambar 1b.

    gambar1a

    gambar1b
    Pada gambar 1a amperemeter A mengukur arus iR yang melalui hambatan R, tetapi voltmeter V menunjukkan pembacaan beda potensial Vac dan bukan beda potensial Vbc yaitu beda potensial yang sebenarnya dari ujung-ujung hambatan R.
    Cara pengukuran hambatan R dengan rangkaian gambar 1a hanya akan memberikan nilai R yang sebenarnya yaitu perbandingan dari Vac dan iR jika hambatan dalam dari amperemeter RA sama dengan nol.
    Jika, RA ¹0 yang diperoleh dari hasil bagi Vac dan iR harus dikoreksi.
    Pada rangkaian gambar 1b voltmeter V menunjukkan pembacaan beda potensial Vab dari ujung-ujung R, tetapi amperemeter A menunjukkan pembacaan arus i dimana i = iR + iV yaitu ir arus yang melalui R dan iV arus yang melalui voltmeter V. Nilai R yang sebenarnya adalah Vab dibagi dengan iR tetapi karena yang ditunjukkan oleh amperemeter ialah i, nilai R yang diperoleh dari pembacaan pada voltmeter V dan amperemeter A harus dikoreksi untuk memperoleh nilai R yang sebenarnya.

  2. Cara lain untuk mengukur besar hambatan listrik yang belum diketahui ialah metoda "Jembatan Wheatstone". Mengukur besarnya hambatan listrik yang belum diketahui dengan metoda "Jembatan Wheatstone" pada dasarnya ialah membandingkan besar hambatan yang belum diketahui dengan besar hambatan listrik yang sudah diketahui nilainya. Gambar 2 menunjukkan prinsip dari rangkaian listrik Jembatan Wheatstone.
    gambar2
    Keterangan :
    E : sumber tegangan listrik searah.
    S : penghubung arus.
    G : galvanometer.
    RG : hambatan geser (rheo stat).
    R1 dan R2 : hambatan listrik yang diketahui nilainya.
    Rb : bangku hambatan.
    X : hambatan yang akan ditentukan nilainya.
    Setelah S ditutup, dalam rangkaian akan ada arus listrik. Jika jarum dari galvanometer G mengalami penyimpangan berarti ada arus listrik yang melalui galvanometer G, berarti juga antara titik C dan titik D ada beda potensial.
    Dengan mengubah-ubah besarnya hambatanRb, R1 dan juga R2, dapat diusahakan sehingga galvanometer G tidak dilalui arus lagi, yang berarti potensial titik C dan titik D sama. Karena itu arus yang melalui R1 dan R2 sama, misalnya i1. Demikian juga arus yang melalui Rb dan X sama misalnya i2.
    Dengan menggunakan hukum Ohm, dapat diperoleh nilai dari X yang dinyatakan dengan R1, R2 dan Rb sebagai berikut :

    rumus1
    Untuk menyederhanakan rangkaian dan mempermudah pengukuran hambatan R1 dan hambatan R2 antara A dan B dapat digantikan dengan kawat lurus yang serba sama dan panjangnya L.
    Untuk menambah ketelitian pengukuran pada rangkaian dapat ditambahkan komutator K yang dapat digunakan untuk membalikkan arah arus dalam rangkaian. Pada kawat hambatan dapat digeser-geserkan kontak geser C untuk mengubah-ubah besarnya hambatan RAC dan RCB.

    gambar3
    Dengan mengeser-geserkan kontak geser C pada kawat hambatan AB atau dengan mengubah-ubah Rb, dapat dicapai keadaan hingga potensial titik C sama dengan potensial titik D, yang dalam hal ini ditunjukkan oleh tidak menyimpangnya jarum dari galvanometer G. Jika hal ini telah dicapai, maka X dapat dinyatakan dengan persamaan :

    rumus2
    Dengan mengukur panjang L1 (panjang kawat AC) dan L2 = L - L1 (panjang kawat CB) maka jika R telah diketahui besarnya hambatan X dapat dihitung dengan persamaan (2)

    -----------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Meskipun namanya jembatan tapi jembatan yang satu ini bukan berbentuk konstruksi jembatan yang sering kita lihat. yang menghubungkan dua tempat terpisah karena sesuatu (misal jembatan di sungai). Istilah jembatan wheatstone dipakai dalam rangkaian elektronika untuk menyebut suatu rangkaian komponen elektronika.
    Wheatstone bridge
    Jembatan Wheatstone
    Wheatstone Bridge

    Rangkaian elektrik ini dibuat oleh Samuel Hunter Christie pada tahun 1833 dan dikembangkan lebih lanjut dan dipopulerkan oleh Sir Charles Wheatstone pada tahun 1843 sehingga terkenal dengan jembatan wheatstone. Gunanya adalah untuk mengukur hambatan dengan cara menyeimbangkan kedua sisi rangkaian jembatan (bridge circuit). Satu sisi jembatan terdapat komponen yang tak diketahui nilai resistansinya sedangkan sisi lain diketahui nilai resistansinya. Operasi ini juga mirip dengan potensiometer. Jembatan ini dibuat dengan merangkai empat buah hambatan dalam susunan seperti gambar di atas ini.

    Operasi

    Pada gambar di atas, Rx adalah komponen yang ingin diketahui hambatannya. R1, R2, dan R3 adalah resistor yang diketahui hambatannya dan hambatan pada R2 dapat diubah dan disesuaikan. Jika perbandingan antara kedua hambatan di sisi yang diketahui (R2/R1) sama dengan perbandingan sisi yang dicari, tegangan antara kedua titik potong (B dan D) akan menjadi nol dan tak ada arus listrik yang mengalir melalui galvanometer Vg. Jika jembatan tak seimbang (atau nilai salah satu sisi hambatan lebih besar dari hambatan lainnya), arah arus yang mengalir akan mengindikasikan apakah R2 terlalu tinggi atau terlalu rendah.  R2 akan bervariasi atau diubah-ubah nilainya sampai tidak ada arus mengalir melalui galvanometer, yang berarti terbaca nol.
    Pada posisi seimbang, perbandingan antara R2 / R1 = Rx / R3
    Atau dapat ditulis Rx = (R2 / R1) x R3
    Selain itu, jika R1, R2 dan R3 diketahui namun R2 tidak dapat diubah-ubah nilai hambatannya, perbedaan tegangan yang ada atau arus yang mengalir melalui galvanometer dapat digunakan untuk mengukur nilai Rx. Hmmm… gimana caranya? Kita dapat menggunakan hukum Kirchoff (disebut juga dengan aturan Kirchoff) untuk melakukannya.

    Penurunan Rumus

    Kita sudah melihat bagaimana rumus untuk menghitung hambatan yang ingin diketahui. Namun darimana kita bisa mendapatkan persamaan tersebut? Petunjuknya adalah menggunakan hukum Kirchoff. Lebih tepatnya adalah hukum Kirchoof pertama untuk mencari arus yang mengalir pada simpul B dan D.
    I_3 \ - I_x \ + I_g = 0
    I_1 \ - I_2 \ - I_g = 0
    Kemudian hukum Kirchoff kedua untuk mencari tegangan pada loop ABD dan BCD.
    (I_3 \cdot R_3) - (I_g \cdot R_g) - (I_1 \cdot R_1) = 0
    (I_x \cdot R_x) - (I_2 \cdot R_2) + (I_g \cdot R_g) = 0
    Jika dianggap jembatan dalam keadaan seimbang, Ig = 0, sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut:
    I_3 \cdot R_3 = I_1 \cdot R_1
    I_x \cdot R_x = I_2 \cdot R_2
    Kemudian persamaan-persamaan tersebut dibagi dan disusun menjadi:
    R_x = {{R_2 \cdot I_2 \cdot I_3 \cdot R_3}\over{R_1 \cdot I_1 \cdot I_x}}
    Dari aturan pertama, I3 = Ix and I1 = I2 Sehingga nilai Rx sekarang diketahui dengan persamaan:
    R_x = {{R_3 \cdot R_2}\over{R_1}}
    Jika keempat nilai resistor dan sumber tegangan diketahui dan hambatan galvanometer cukup tinggi sehingga arus Ig dapat diabaikan, tegangan pada jembatan (VG) dapat diketahui dengan cara memeriksa tegangan setiap pembagi tegangan dan mengurangi nilainya dari masing-masing komponen lain. Langsung saja contohnya:
    V_G = {{R_x}\over{R_3 + R_x}}V_s - {{R_2}\over{R_1 + R_2}}V_s
    Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi:
    V_G = \left({{R_x}\over{R_3 + R_x}} - {{R_2}\over{R_1 + R_2}}\right)V_s
    Dimana VG adalah tengangan simpul B relatif terhadap simpul D.

PESAWAT ATWOOD



V. TINJAUAN PUSTAKA

Galileo melakukan pengamatan mengenai benda-benda jatuh bebas. Ia menyimpulkandari pengamatan-pengamatan yang dia lakukan bahwa benda-benda berat jatuhdengan cara yang sama dengan benda-benda ringan. Tiga puluh tahun kemudian,Robert Boyle, dalam sederetan eksperimen yang dimungkinkan oleh pompa vakum barunya, menunjukan bahwa pengamatan ini tepat benar untuk benda-benda jatuhtanpa adanya hambatan dari gesekan udara. Galileo mengetahui bahwa ada pengaruhhambatan udara pada gerak jatuh. Tetapi pernyataannya walaupun mengabaikanhambatan udara, masih cukup sesuai dengan hasil pengukuran dan pengamatannyadibandingkan dengan yang dipercayai orangpada saat itu (tetapi tidak diuji denganeksperimen) yaitu kesimpulan Aristoteles yang menyatakan bahwa,” Benda yang beratnya sepuluh kali benda lain akan sampai ke tanah sepersepuluh waktu dari waktu benda yang lebih ringan”.Selain itu Hukum Newton I menyatakan bahwa,” Jika resultan gaya yang bekerja pada suatu sistem sama dengan nol, maka sistem dalam keadaan setimbang”.
ΣF = 0
Hukum Newton II berbunyi :” Bila gaya resultan F yang bekerja pada suatu bendadengan massa m tidak sama dengan nol, maka benda tersebut mengalami percepatanke arah yang sama dengan gaya”. Percepatan a berbanding lurus dengan gaya dan berbanding terbalik dengan massa benda.a = F atau F = m.a m


 
Hukum Newton II memberikan pengertian bahwa :
1. Arah percepatan benda sama dengan arah gaya yang bekerja pada benda.
2. Besarnya percepatan berbanding lurus dengan gayanya.
3. Bila gaya bekerja pada benda maka benda mengalami percepatan dansebaliknya bila benda mengalami percepatan tentu ada gaya penyebabnya.

Hukum Newton III :” Setiap gaya yang diadakan pada suatu benda, menimbulkangaya lain yang sama besarnya dengan gaya tadi, namun berlawanan arah”. Gayareaksi ini dilakukan benda pertama pada benda yang menyebabkan gaya. Hukum inidikenal dengan Hukum Aksi Reaksi.Faksi = -Freaksi



Untuk percepatan yang konstan maka berlaku persamaan Gerak yang disebut Gerak Lurus Berubah Beraturan. Bila sebuah benda berputar melalui porosnya, maka gerak melingkar ini berlaku persamaan-persamaan gerak yang ekivalen dengan persamaan- persamaan gerak linier. Dalam hal ini besaran fisis momen inersia (I) yang ekivalendengan besaran fisis massa (m) pada gerak linier. Momen inersia suatu bendaterhadap poros tertentu harganya sebanding dengan massa benda tersebut dansebanding dengan kuadrat dan ukuran atau jarak benda pangkat dua terhadap poros.
I ~ m
I ~ r2
Untuk katrol dengan beban maka berlaku persamaan :
a = (m+m1) – m2 . gm + m1 + m2 + I/ r2
dengan
a = percepatan gerak
m = massa beban
I = momen inersia katrol
r = jari-jari katrol
g = percepatan gravitasi

Udara akan memberikan hambatan udara atau gesekan udara terhadap benda yang jatuh. Besarnya gaya gesekan udara yang akan gerak jatuh benda berbanding lurusdengan luas permukaan benda. Makin besar luas permukaan benda, makin besar gayagesekan udara yang bekerja pada benda tersebut. Gaya ini tentu saja akanmemperlambat gerak jatuh benda. Untuk lebih memahami secara kualitatif tentanghambatan udara pada gerak jatuh, kita dapat mengamati gerak penerjun payung.Penerjun mula-mula terjun dari pesawat tanpa membuka parasutnya. Gaya hambatanudara yang bekerja pada penerjun tidak begitu besar, dan jika parasutnya terus tidak tidak terbuka, penerjun akan mencapai kecepatan akhir kira-kira 50 m/s ketika sampaidi tanah. Kecepatan itu kira-kira sama dengan kecepatan mobil balap yang melajusangat cepat. Sebagai akibatnya, penerjun akan tewas ketika sampai di tanah. Denganmengembangkan parasutnya, luas permukaan menjadi cukup besar, sehingga gayahambatan udara yang bekerja papa penerjun cukup basar untuk memperlambatkelajuan terjun. Berdasarkan hasil demonstrasi ini dapatlah ditarik kesimpulansementara bahwa jika hambatan udara dapat diabaikan maka setiap benda yang jatuhakan mendapatkan percepatan tetap yang sama tanpa bergantung pada bentuk danmassa benda. Percepatan yang tetap ini disebabkan oleh medan gravitasi bumi yangdisebut percepatan gravitasi (g). Di bumi percepatan gravitasi bernilai kira-kira 9,80m/s2. untuk mempermudah dalam soal sering dibulatkan menjadi 10 m/s2.



Untuk membuktikan pernyataan diatas bahwa jika hambatan udara dihilangkan, setiap benda jatuh akan mendapat percepatan tetap yang sama tanpa bergantung pada bendadan massa benda, di dalam laboratorium biasanya dilakukan percobaan menjatuhkandua benda yang massa dan bentuknya sangat berbeda di dalam ruang vakum.Sehubungan dengan hal di atas, Gerak Jatuh Bebas adalah gerak suatu bendadijatuhkan dari suatu ketinggian tanpa kecepatan awal dan selama geraknyamengalami percepatan tetap yaitu percepatan gravitasi, sehingga gerak jatuh bebastermasuk dalam gerak lurus berubah beraturan. Perhatikan karena dalam gerak jatuh bebas, benda selalu bergerak ke bawah maka unutk mempermudah perhitungan, kitatetapkan arah ke bawah sebagai arah positif. Persamaan-persamaan yang digunakandalam gerak jatuh bebas adalah :

vo = 0 dan a = g

keterangan :
a1, a2 : silinder beban
a3 : beban 
b : katrol yang dapat bergerak bebas
c : tali penggantung
d : penyangkut beban
e : penghenti silinder 
f : tiang penggantung
g : penjepit silinder

 Jika pada sistem pesawat dilepaskan penjepitnya, maka sistem akan bergerak dengan percepatan tetap. Besarnya percepatan a berbanding lurus dengan gayanya. Untuk gaya yang konstan, maka percepatan tetap sehingga berlaku persamaan gerak lurus berubah beraturan :

xt = ½ at2
dimana:
t = waktu tempuh
a = percepatan system
xt = jarak setelah t detik

Setelah beban mb ditahan oleh pengangkut beban, silinder a1 dan a2 tetapmelanjutkan gerakannya dengan kecepatan konstan. Dalam keadaan ini resultan gayayang bekerja pada sistem sama dengan nol (sesuai dengan hukum Newton I ).Sehingga jarak tempuh silinder a1 dan a2 setelah beban tersangkut, dapat dinyatakansebagai berikut :
xt = v.t
Gerak RotasiBila sebuah benda mengalami gerak rotasi melalui porosnya, ternyata pada gerak iniakan berlaku persamaan gerak yang ekuivalen dengan persamaan gerak linier.
   Apabila torsi bekerja padabenda yang momen inersianya I, maka dalam bendaditimbulkan percepatan sudut yaitu :Τ = I.α

Persamaan Gerak untuk KatrolBila suatu benda hanya dapat berputar pada porosnya yang diam, maka geraknyadapat dianalisa sebagai berikut : 
NΣF = 0
r -T1 – m + T2 + N = 0
-T1 + T2 = 0
-T1 = T2mg
T1 T2

Bila beban diputar dan katrol pun dapat berputar pula maka geraknya dapat dianalisissebagai berikut :
T1 T2
T1 T2
m2
m1 m
Στ = Iα
T1.r + T2.r = Iα
Percepatannya adalah : a = (m+m1) – m2 . g
m + m1 + m2 + I/ r2






Hukum Newton III :” Setiap gaya yang diadakan pada suatu benda, menimbulkangaya lain yang sama besarnya dengan gaya tadi, namun berlawanan arah”. Gaya reaksi ini dilakukan benda pertama pada benda yang menyebabkan gaya. Hukum inidikenal dengan Hukum Aksi Reaksi.Faksi = -Freaksi Untuk percepatan yang konstan maka berlaku persamaan Gerak yang disebut Gerak Lurus Berubah Beraturan. Bila sebuah benda berputar melalui porosnya, maka gerak melingkar ini berlaku persamaan-persamaan gerak yang ekivalen dengan persamaan- persamaan gerak linier. Dalam hal ini besaran fisis momen inersia (I) yang ekivalen dengan besaran fisis massa (m) pada gerak linier. Momen inersia suatu bendaterhadap poros tertentu harganya sebanding dengan massa benda tersebut dan sebanding dengan kuadrat dan ukuran atau jarak benda pangkat dua terhadap poros.I ~ mI ~ r2Untuk katrol dengan beban maka berlaku persamaan :a = (m+m1) – m2 . gm + m1 + m2 + I/ r2 dengan a = percepatan gerak m = massa beban I = momen inersia katrolr = jari-jari katrolg = percepatan gravitasi Udara akan memberikan hambatan udara atau gesekan udara terhadap benda yang jatuh. Besarnya gaya gesekan udara yang akan gerak jatuh benda berbanding lurusdengan luas permukaan benda. Makin besar luas permukaan benda, makin besar gayagesekan udara yang bekerja pada benda tersebut. Gaya ini tentu saja akan memperlambat gerak jatuh benda. Untuk lebih memahami secara kualitatif tentanghambatan udara pada gerak jatuh, kita dapat mengamati gerak penerjun payung.Penerjun mula-mula terjun dari pesawat tanpa membuka parasutnya. Gaya hambatan udara yang bekerja pada penerjun tidak begitu besar, dan jika parasutnya terus tidak tidak terbuka, penerjun akan mencapai kecepatan akhir kira-kira 50 m/s ketika sampaidi tanah. Kecepatan itu kira-kira sama dengan kecepatan mobil balap yang melajusangat cepat. Sebagai akibatnya, penerjun akan tewas ketika sampai di tanah. Dengan mengembangkan parasutnya, luas permukaan menjadi cukup besar, sehingga gayahambatan udara yang bekerja papa penerjun cukup basar untuk memperlambatkelajuan terjun. Berdasarkan hasil demonstrasi ini dapatlah ditarik kesimpulan sementara bahwa jika hambatan udara dapat diabaikan maka setiap benda yang jatuhakan mendapatkan percepatan tetap yang sama tanpa bergantung pada bentuk dan massa benda. Percepatan yang tetap ini disebabkan oleh medan gravitasi bumi yang disebut percepatan gravitasi (g). Di bumi percepatan gravitasi bernilai kira-kira 9,80m/s2. untuk mempermudah dalam soal sering dibulatkan menjadi 10 m/s2.

Untuk membuktikan pernyataan diatas bahwa jika hambatan udara dihilangkan, setiap benda jatuh akan mendapat percepatan tetap yang sama tanpa bergantung pada benda dan massa benda, di dalam laboratorium biasanya dilakukan percobaan menjatuhkandua benda yang massa dan bentuknya sangat berbeda di dalam ruang vakum.Sehubungan dengan hal di atas, Gerak Jatuh Bebas adalah gerak suatu bendadijatuhkan dari suatu ketinggian tanpa kecepatan awal dan selama geraknyamengalami percepatan tetap yaitu percepatan gravitasi, sehingga gerak jatuh bebastermasuk dalam gerak lurus berubah beraturan. Perhatikan karena dalam gerak jatuh bebas, benda selalu bergerak ke bawah maka unutk mempermudah perhitungan, kitatetapkan arah ke bawah sebagai arah positif. Persamaan-persamaan yang digunakandalam gerak jatuh bebas adalah :vo = 0 dan a = gketerangan :a1, a2 : silinder bebana3 : beban b : katrol yang dapat bergerak bebasc : tali penggantungd : penyangkut bebane : penghenti silinder f : tiang penggantungg : penjepit silinder Jika pada sistem pesawat dilepaskan penjepitnya, maka sistem akan bergerak dengan percepatan tetap. Besarnya percepatan a berbanding lurus dengan gayanya. Untuk gaya yang konstan, maka percepatan tetap sehingga berlaku persamaan gerak lurus berubah beraturan :xt = ½ at2dimana:t = waktu tempuha = percepatan sistemxt = jarak setelah t detik Setelah beban mb ditahan oleh pengangkut beban, silinder a1 dan a2 tetapmelanjutkan gerakannya dengan kecepatan konstan. Dalam keadaan ini resultan gayayang bekerja pada sistem sama dengan nol (sesuai dengan hukum Newton I ).Sehingga jarak tempuh silinder a1 dan a2 setelah beban tersangkut, dapat dinyatakansebagai berikut :xt = v.tGerak RotasiBila sebuah benda mengalami gerak rotasi melalui porosnya, ternyata pada gerak ini akan berlaku persamaan gerak yang ekuivalen dengan persamaan gerak linier.

Apabila torsi bekerja pada benda yang momen inersianya I, maka dalam bendaditimbulkan percepatan sudut yaitu :Τ = I.αPersamaan Gerak untuk KatrolBila suatu benda hanya dapat berputar pada porosnya yang diam, maka geraknyadapat dianalisa sebagai berikut : NΣF = 0r -T1 – m + T2 + N = 0-T1 + T2 = 0-T1 = T2mgT1 T2Bila beban diputar dan katrol pun dapat berputar pula maka geraknya dapat dianalisissebagai berikut :T1 T2T1 T2m2m1 mΣτ = IαT1.r + T2.r = IαPercepatannya adalah : a = (m+m1) – m2 . gm + m1 + m2 + I/ r2









Pesawat Atwood..

adalah alat yang digunakan untuk
yang menjelaskan hubungun antara
tegangan, energi pontensial dan energi kinetik
dengan alat dua benda dengan 2 pemberat (massa berbeda) dihubungkan dengan tali pada sebuah katrol

ok benda yang yang lebih berat diletakan lebih tinggi
posisinya dibanding yang lebih ringan..
jadi nanti benda yang berat akan turun karena gravitasi... dan menarik benda yang lebih ringan karena ada tali dan katrol

ok.. sebenernya ada rumusnya ada termasuk gaya gesekan... di poros katrol.. pada tali.. dan gesekan pada udara...
Dan juga ada momen inersia dari katrol (harus gunakan katrol yang sangat ringan)

tapi gesekan dan moment inersia ini diabaikan.. (dianggap sangat kecil)
maka tegangan pada tali...
T − m1g = m1a; m2g − T = m2a

nah percobaannya... dengan mengunakan stopwatch...
panjang jatuh di ukur dengan pengukur panjang
ketemu dech kecepatannya

dimana v = l / t (kecepatan rata2)
dan v awal = 0
maka diketahui dech percepatannya

nah percepatannya adalah = g
alias gravitasi...

jadinya alat ini adalah alat sederhana untuk mengetahui percepatan gravitasi... walau ada kekurangan yaitu.. dengan asumsi gesekan diabaikan :)
tapi dulu waktu praktikum fisika dasar.. aku mendapatkan angka yang mendekati dengan angka gravitasi yang cocok loh :)



Daftar Pustaka :


http://novanurfauziawati.files.wordpress.com/2012/01/modul-2-pesawat-atwood1.pdf

ASAM DAN BASA



ASAM-BASA DAN APLIKASINYA DALAM ANALISIS SENYAWA

Penggolongan berbagai senyawa kimia dialam yang sangat melimpah baik dari segi jumlah maupun jenisnya berdasarkan sifat asam dan basa sangat membantu para ilmuwan dalam menyederhanakan obyek studi mereka, sehingga mempermudah proses pembelajaran berikutnya. Senyawa-senyawa dialam yang dapat dikelompokkan kedalam kelompok senyawa asam atau basa sangat melimpah jumlahnya, dengan tingkat keasaman dan kebasaan yang bervariasi.

Tentu tidak semua orang mengerti akan konsep asam dan basa ini, meski hampir dapat dipastikan setiap orang hampir setiap hari berhubungan dengan zat-zat baik yang bersifat asam maupun basa dalam kehidupannya. Sebagai contoh, makanan yang kita konsumsi umumnya bersifat asam, sedangkan produk-produk pembersih seperti sabun dan detergen bersifat basa. 

Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin Acetum yang berarti cuka. Sedangkan istilah alkali (sebutan lain untuk basa) berasal dari bahasa Arab yang berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Asam dan basa memiliki sifat khas yang saling menetralkan. Dialam, asam ditemukan dalam buah-buahan dan produk lain dari tanaman. Asam mineral yang lebih kuat telah dibuat pada pertengahan abad 19, seperti aqua forti (asam nitrat) yang digunakan dalam proses pemisahan emas.

Sifat asam dan basa juga sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan makhluk hidup pada lingkungan tersebut. Keasaman tanah akan akan berpengaruh terhadap kondisi tumbuhan yang ada diatasnya. Kualitas air juga ditentukan dengan mengukur tingkat keasamannya. Hujan asam bahkan akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.

Umumnya senyawa asam atau basa murni (tidak bercampur dengan senyawa lain) yang ada dialam berbentuk larutan. Begitupun dalam keperluan analisis, umumnya dilakukan dalam bentuk larutannya.

SIFAT-SIFAT ASAM DAN BASA

Secara umum asam dan basa memiliki sifat yang berbeda dan berlawanan. 

Sifat-sifat asam:
  1. Rasanya masam ketika dilarutkan dalam air
  2. Asam terasa menyengat saat disentuh, terutama bila asam tersebut adalah asam kuat
  3. Dari segi reaktivitasnya, asam bereaksi kuat dengan kebanyakan logam, atau bersifat korosif terhadap logam
  4. Dari segi daya hantar listriknya, asam walaupun tidak selalu ionik, ia bersifat elektrolit atau dapat menghantarkan arus listrik.
Sifat-sifat basa:
  1. Rasanya pahit
  2. Terasa licin seperti sabun saat disentuh
  3. Dari segi reaktivitasnya, senyawa basa bersifat kaustik yaitu dapat merusak kulit jika senyawa basa tersebut berkadar tinggi
  4. Basa juga merupakan senyawa elektrolit atau dapat menghantarkan arus listrik
Berkaitan dengn asam basa ini, suatu larutan dapat dikelompokan menjadi larutan asam, basa dan netral. Meskipun larutan asam dan basa memiliki rasa yang sangat berbeda, namun membedakan senyawa asam dan basa dengan cara mencicipinya, bukanah cara yang bijaksana dan sanga tidak dianjurkan. Karena banyak senyawa asam atau basa tersebut yang akan menimbulkan efek merugikan yang berarti terhadap kesehatan. Sebagai contoh asam sulfat (H2SO4) dapat menyebabkan luka bakar yang serius. Penggunaan indikator asam basa adalah cara terbaik saat ini yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah larutan tersebut bersifat asam, basa, atau netral.

Sifat asam dan basa suatu larutan juga dapat ditunjukan dengan mengukur PHnya. PH merupakan suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam mempunyai PH yang lebih kecil dari 7, larutan basa mempunya PH lebih dari 7 dan larutan netral memiliki PH 7. Untuk mengukur PH dapat digunakan alat PH meter atau indikator PH (indikator universal).


TEORI ASAM BASA

Dipertengahan abad  ke 17, Kimiawan Jerman Johann Rudolf Glauber yang tinggal di Belanda, menghasilkan dan menjual berbagai bahan kimia asam dan basa. Dia dikenal sebagai insinyur kimia pertama. Pada masa itu pulalah dimulai studi mendalam mengenai asam dan basa ini. Boylem, rekan sezaman Glauber menemukan metode penggunaan pewarna yang diperoleh dari tanaman Roccella sebagai indikator asam dan basa. Pada saat itu telah diketahui bahwa senyawa asam dan basa memiliki sifat yang berlawanan dan dapat meniadakan satu sama lain. Sebelum perkembangan kimia asam didefinisikan sebagai sesuatu yang masam, dan alkali atau basa sebagai sesuatu yang akan menghilangkan atau menetralkan efek asam.

Awalnya ada kebingungan tentang sifat dasar asam. Pada saat itu oksigen dianggap sebagai komponen penting dari asam. Bahkan nama "Oksigen" yang dalam bahasa Yunani berarti "sesuatu yang masam" diambil karena adanya anggapan tersebut. 

Pada pertengahan abad 19, Davy menemukan bahwa hidrogen klorida (HCl) dalam larutan air memberikan sifat asam, namun senyawa ini tidak mengandung komponen oksigen. Fakta tersebut pun kemudian mematahkan anggapan sebelumnya yang menganggap bahwa sifat asam ditentukan oleh adanya unsur oksigen. Dan sebagai gantinya, ia mengusulkan bahwa hidrogen adalah komponen penting dalam asam.

Sifat asam pertama dapat diketahu secara kuantitatif pada akhir abad 19. Tahun 1884, Kimiawan Swedia Svante August Arrhenius mengemukan teori disosiasi elektrolit yang menyatakan bahwa elektrolit semacam asam, basa dan garam terdisosiasi menjadi ion-ion komponennya dalam air. Lebih lanjut ia mengatakn bahwa beberapa elektrolit terdisosiasi sempurna (elektrolit kuat) dan beberapa diantaranya hanya akan terdisosiasi sebagian (elektrolit lemah). Teori asam basa berkembang pesat sejak diungkapkannya teori ini.

Hingga kini, terdapat tiga 3 teori asam basa yang terkenal dan digunakan secara umum dalam dunia pendidikan. Teori tersebut adalah Teori Arrhenius, Teori Bronste-Lowry, dan Teori Lewis.

Teori Asam Basa Arrhenius

Tahun 1886, Arrhenius mengungkapkan teori asam basanya berdasarkan teori disosiasi elektrolit. Arrhenius mendefinisikan asam sebagai zat yang menghasilkan ion hidrogen (H+) dalam larutan. Sedangkan basa adalah zat yang menghasilkan ion hdroksida (OH-) dalam larutan. Penetralan antara asam dan basa dapat terjadi karena ion H+ dan OH- bereaksi membentuk molekul air (H2O).

Suatu senyawa asam seperti asam klorida (HCl) akan dinetralkan oleh natrium hidroksida (NaOH) dalam larutan amonia. Dalam kasus tersebut, akan diperoleh larutan jernih yang dapat dikristalkan untuk memisahkan senyawa natrium klorida (NaCl) maupun amonium klorida (NH4Cl) sebagai produk reaksi tersebut. Dalam kasus tersebut HCl bereaksi dengan NaOH membentuk garam NaCl dan air, dan dengan amonia (NH4OH) HCl bereaksi membentuk NH4Cl dan air. Prinsip reaksi pada keduanya adalah sama, yaitu reaksi netralisasi.

Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh satu molekul asam disebut valensi asam, sedangkan ion negatif yang terbentuk dari asam setelah melepaskan ion H+ disebut ion sisa asam. Contoh-contoh senyawa asam adalah:
  1. HF (asam fluorida), bervalensi 1 dengan ion sisa F-
  2. HCl (asam klorida), valensi 1, ion sisa Cl-
  3. HBr (asam bromida), valensi 1, ion sisa Br-
  4. HCN (asam sianida), valensi 1, ion sisa CN-
  5. H2S (asam sulfida), valensi 2, ion sisa S2-
  6. HNO3 (asam nitrat), valensi 1, ion sisa NO3-
  7. H2SO4 (asam sulfat), valensi 2, ion sisa Sulfat
  8. H3PO4 (asam fosfat), valensi 3, ion sisa fosfat
  9. CH3COOH (asam asetat), valensi 1, ion sisa asetat
Basa Arrhenius adalah senyawa hidroksida logam M(OH)x yang dalam air terurai menjadi :
       M(OH)x ----->  Mx+   +     xOH-

Jumlah ion OH- yang dapat dilepaskan oleh molekul basa disebut valensi basa. Contoh beberapa senyawa basa adalah:
  1. NaOH (natrium hidroksida)
  2. KOH (kalium hidroksida)
  3. Mg(OH)2 (magnesium hidroksida)
  4. Ca(OH)2 (kalsium hidroksida)
  5. Fe(OH)3 (besi(III) hidroksida)
  6. Al(OH)3 (aluminium hidroksida)

Konsep pH, pOH dan pKw

Konsep pH


Jeruk nifis dan cuka sama-sama memiliki sifat asam, namun dengan tingkat keasaman yang berbeda. Derajat atau tingkat keasaman larutan bergantung pada konsentrasi ion H+ dalam larutan. Semakin besar konsentrasi  ion H+ maka semakin asam larutan tersebut.

Untuk menyatakan derajat keasamannya, maka Soren Lautiz Sorensen memperkenalkan suatu bilangan sederhana untuk menyatakan keasaman larutan tersebut. Bilangan ini diperoleh dari hasil logaritma konsentrasi ion H+ dalam larutan tersebut. Bilangan tersebut terkenal dengan istilah skala pH. Harga pH berkisar antara 1-14.

                     pH  = -log [H+]

Karena pH dan konsentrasi H+ dihubungkan dengan tanda negatif, maka makin besar konsentrasi H+ makin kecil nilai pH. Dan karena bilangan dasar logaritma adalah 10, maka larutan dengan nilai pH berbeda sebesar n, maka akan mempunyai perbedaan konsentrasi ion H+ sebesar 10n.
Sebagai contoh:
   [H+]   = 0,01 M, maka pH = 2
   [H+]   = 0,001 M, maka pH = 3
maka dapat disimpulkan bahwa, makin besar konsentrasi ion H+, maka makin kecil pHnya. Larutan dengan pH 1 memiliki keasaman 10 kali lebh besar dari larutan asam dengan pH 2.

Konsep pOH 

pOH analog dengan pH yaitu suatu cara untuk menyatkan kadar OH- pada larutan basa.

                  pOH  = -log [OH-]
Meskipun konsentrasi OH- dapat dinyatakan dengan pOH, tingkat kebasaan lebih lazim dinyatkan dengan pH, yaitu dengan nilai pH lebih dari 7. Semakin tinggi nilai pH maka semakin tinggi sifat basanya. Larutan pH 13, 10 kali lebih basa dibandingkan dengan larutan pH 12.

Konsep pKw

Hubungan antara pH dan pOH dapat diturunkan dari persamaan kesetimbangan air (Kw).

            Kw  =  [H+] x [OH-]

Jika kedua ruas persamaan diberi tanda negatif logaritma, maka diperoleh persamaan:

           -log Kw  =  -log [H+] x [OH-]
           -log Kw  =  (-log[H+]) + (-log[OH-])
Dengan p = -log, maka:

             pKw  =  pH + pOH

Pada suhu kamar, air memiliki harga Kw = 1x10-14 maka nilai pH + pOH = pKw = 14.

Pengukuran pH

Dalam penentuan pH larutan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan indikator, indikator universal maupun pH meter.

Penggunaan Indikator

Indikator yang digunakan untuk mengukur pH larutan adalah senyawa asam organik lemah yang dapat berubah warna pada rentang pH tertentu. Harga pH suatu larutan dapat diperkirakan dengan menggunakan trayek pH indikator. Suatu indikator mempunyai trayek perubahan warna yang berbeda-beda. Dengan demikian dari uji larutan dengan beberapa indikator akan diperoleh daerah irisan pH larutan. Contoh suatu larutan dengan brom timol biru (pH 6,0-7,6) berwarna biru, dengan fenoftalein (8,3-10,0) tidak berwarna, maka larutan tersebut mempunyai pH antara 7,6-8,3. Hal ini disebabkan jika brom timol biru berwarna biru, berarti pH larutan lebih besar dari 7,6 dan jika dengan fenoftalein tidak berwarna berarti pH larutan kurang dari 8,3.

Tabel trayek perubahan warna beberapa indikator pH dapat dilihat pada tabel ini.

Penggunaan Indikator Universal

pH suatu larutan juga dapat ditentukan dengan indikator universal, yaitu campuran beberapa indikator yang dapat menunjukan pH suatu larutan dari perubahan warnanya.

Tabel perubahan warna indikator universal dan beberapa contoh bahan makanan yang mewakili masing-masing pH dapat dilihat pada tabel ini.

Penggunaan pH meter

pH meter adalah alat pengukur pH dengan ketelitian yang lebih tinggi dibanding indikator.

Teori Asam Basa Bronsted-Lowry

Hidrogen klorida (HCl) dalam air bersifat asam dengan melepaskan ion H+, namun dalam benzena HCl tidak dapat melepaskan ion H+. Hal ini disebabkan airlah yang menarik atau mengikat ion H+ (proton) dari HCl. Sedangkan benzena, tidak memiliki kecenderungan untuk menarik ion H+, sehingga HCl tak terdisosiasi dalam benzena. Jadi dalam air, HCl terionisasi membentuk ion H3O+.

Menurut teori Bronsted-Lowry, asam adalah zat yang dapat menghasilkan dan mendonorkan proton (H+) pada zat lain, sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima proton dari zat lain. Menurut teori ini, setiap zat dapat berperan sebagai asam maupun basa. Bila zat tertentu lebih mudah melepas proton, maka zat ini akan berperan sebagai asam, dan zat lainnya akan berperan sebagai basa, dan demikin pula sebaliknya. Dalam suatu larutan asam, air berepran sebagai basa.

HCl                         +             H2O        ->            Cl-           +             H3O+
Asam                             basa                    basa konjugat               asam konjugat

Dalam reaksi diatas HCl dan Cl- adalah pasangan asam-basa konjugasi yang dapat bersifat reversibel, dan dalam reaksi tersebut air berperan sebagai basa. Namun berbeda halnya, dengan saat air bereaksi dengan ion CO32-, ion tersebut berperan sebagai basa, sehingga air berperan sebagai asam.

H2O        +             CO32-                      ->            OH-         +             HCO3-
Asam                basa                                 basa konjugat              asam konjugat

Zat seperti air yang dapat berperan sebagai asam atau basa disebut sebagai zat amfoter. Air adalah zat amfoter yang khas. Reaksi antara dua molekul air akan menghasilkan ion hidronium dan ion hidroksida.

H2O        +             H2O        ->            OH-         +             H3O+
Asam                     basa            basa konjugat      asam konjugat

Teori Asam Basa Bronsted-Lowry

Teori asam basa Bronsted-Lowry ini dinyakan oleh kimiawan Denmark Johannes Nicolaus Bronsted dan kimiawan Inggris Thomas Martin Lowry pada tahun 1923. Teori mereka mengungkapkan konsep asam dan basa dalam lingkup yang lebih luas dari teori asam basa Arrhenius. Suatu zat dapat dikatakan asam jika zat tersebut mampu menghasilkan dan mendonorkan proton (H+) pada zat lain, sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima proton (H+) dari zat lain. Berdasarkan teori ini, maka reaksi antara HCl dan NH3 dapat ditulis dengan persamaan berikut:

          HCl         +             NH3        ->            NH4Cl


Dibandingkan dengan toeri asam basa Arrhenius, teori Bronsted-Lowry memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam aplikasinya. Teori Bronsted-Lowry tidak hanya dapat diterapkan pada pelarut air, tapi juga pada pelarut-pelarut lain yang mengandung hidrogen, bahkan dapat juga diterapkan pada kondisi tanpa pelarut. Teori ini juga bermanfaat untuk menyatakan asam dan basa bukan hanya pada molekul, namun dapat juga pada anion atau kation.


Teori Asam Basa Lewis


Menurut Lewis suatu zat dapat dikatakan asam jika zat tersebut dapat menerima pasangan elektron bebas dan sebaliknya suatu zat dinyatakan basa jika zat tersebut dapat menyumbangkan sepasang elektron bebas. Konsep asam dan basa ini sangat membantu menjelaskan reaksi senyawa organik dan reaksi pembentukan senyawa kompleks yang tidak melibatkan ion hidrogen maupun proton. Sebagai contoh reaksi yang terjadi pada NH3 dan BF3 yang dapat ditulus dengan persamaan:

      NH3        +             BF3              ->            F3B-NH3.


Pada reaksi diatas NH3 dapat dikatakan basa karena memiliki sepasang elektron bebas, sedangkan BF3 kekurangan elektron, sehingga kedua senyawa tersebut saling bereaksi melalui sepasang elektron bebas yang digunakan bersama.

Berdasarkan kemampuan mengionnya, baik asam maupun basa dapat dibedakan kekuatannya, yaitu asam kuat dan asam lemah, serta basa kuat dan basa lemah.

TITRASI ASAM BASA


Titrasi merupakan salah satu metode analisis kuantitatif untuk mengetahui kadar zat dalam suatu larutan (sampel) dengan suatu larutan  standar yang telah diketahui konsentrasinya. Suatu zat yang akan ditentukan kadarnya disebut titran sedangkan larutan standar yang telah diketahui kadarnya disebut titer atau pentiter.

Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat dalam proses titrasi. Titrasi yang melibatkan senyawa asam-basa melalui reaksi netralisasi, maka disebut titrasi asam basa yang dapat berupa asidimetri (titer berupa senyawa asam) ataupun alkalimetri (titer berupa senyawa basa). Dalam sebuah titrasi pentiter ditambahkan tetes demi tetes hingga tercapai keadaan ekuivalen (dimana titran tepat habis bereaksi dengan titer), kondisi tersebut disebut titik ekivalen. Dalam sebuah titrasi, selalu diperlukan indikator yang akan berperan dalam menentukan kapan suatu titrasi harus dihentikan, yaitu pada titik akhir titrasinya. Titik akhir titrasi seharusnya mendekati titik ekivalennya, namun umumnya akan melebihi titik ekivalen tersebut.

Dalam menguji apakah suatu reaksi asam basa layak atau tidak untuk digunakan dalam titrasi, maka terlebih dahulu dibuat kurva titrasi. Kurva titrasi terdiri dari ploh pH atau pOH terhadap mililiter (ml) titer. Kurva akan bermanfaat untuk menilai kelayakan titrasi dan dalam pemilihan indikator yang tepat.